Wanita yang Haid dan Nifas Tidak Wajib Thawaf Wada
THAWAF IFADHAH DILAKUKAN BERSAMA THAWAF WADA’
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang mengakhirkan thawaf ifadhah kepada thawaf wada’ dan menjadikan dalam satu thawaf dengan niat thawaf ifadhah dan thawaf wada’ sekaligus ? Dan apakah boleh melaksanakan thawaf ifadhah pada waktu malam ?
Jawaban
Tiada dosa dalam demikian itu. Jika seseorang telah melaksanakan semua amal haji maka ketika dia telah thawaf ifadhah sudah cukup baginya dari thawaf wada’, baik dia niat thawaf wada’ bersama thawaf ifadhah ataupun tidak. Maksudnya, jika seseorang ingin meninggalkan Mekkah setelah melaksanakan semua amal haji maka sudah cukup baginya dengan hanya thawaf ifadhah. Dan jika diniatkan untuk thawaf ifadhah sekaligus thawaf wada maka tiada dosa dalam demikian itu. Sedangkan pelaksanaan thawaf ifadhah ataupun thawaf wada’ maka boleh pada malam hari maupun pada siang hari.
HAL-HAL YANG DILAKUKAN SETELAH THAWAF WADA’
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa yang dilakukan orang yang haji setelah thawaf wada’ ?
Jawaban
Thawaf wada adalah akhir dari semua rangkaian ibadah haji. Maka jika seseorang telah thawaf wada’ hendaknya berusaha berhenti di Multazam seraya berdo’a dengan apa yang dapat dilakukan dan memohon kepada Allah agar dikaruniai-Nya dapat kembali ke Baitullah dan berharap agar ibadah haji yang dilakukannya bukan sebagai akhir kedatangannya di Mekkah, Kemudian dia keluar dengan cara yang wajar dan tidak dengan berjalan mundur membelakangi Ka’bah, tapi berjalan bisa dengan menjadikan Ka’bah pada arah belakangnya. Kemudian setelah dia pulang. Jika dia berhenti lama, seperti setengah jam karena tidak ada keperluan penting maka dia harus mengulangi thawaf wada’. Jika seseorang melakukan jual beli atau pekerjaan yang menunjukkan dia ingin muqim, maka dia harus mengulangi thawaf wada’. Adapun jika seseorang membeli sesuatu untuk perjalanannya atau untuk kebutuhan keluarganya, maka dia tidak wajib mengulangi thawaf wada’. Wallahu a’lam.
TIDAK DAPAT KELUAR DARI MEKKAH SETELAH THAWAF WADA’
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seorang yang haji melaksanakan thawaf wada’ pada malam hari dan tidak memungkinkan keluar dari Mekkah setelah thawaf dan dia bermalam di Mekkah hingga pagi kemudian pulang. Bagaimana hukum terhadap demikian itu ?
Jawaban
Sesuai sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa akhir dalam pelaksanaan ibadah yang dilakukan orang yang haji ketika akan meninggalkan Mekkah adalah thawaf, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (dalam menunaikan ibadah haji) agar mengakhirinya dengan thawaf di Baitullah, tapi diberi keringan bagi wanita yang sedang haidh” [Mutafaq ‘Alaih]
Maka selama seseorang thawaf dengan niat keluar dari Mekkah pada malam hari dan tidak mampu keluar darinya melainkan pada waktu pagi maka tiada sangsi baginya dalam hal tersebut. tapi jika dia mau mengulangi thawaf ketika akan keluar Mekkah adalah yang lebih ahti-hati.
MENGAKHIRKAN THAWAF WADA’ SEBAB BERDESAK-DESAKAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami penduduk Jeddah datang ke Mekkah untuk haji pada tahun lalu dan kami telah melaksanakan semua manasik haji selain thawaf wada’ karena kami tunda sampai akhir bulan Dzulhijjah. Setelah jamaah haji tidak padat lagi kami kembali ke Mekkah untuk thawaf wada’. Apakah haji kami benar ?
Jawaban
Jika seseorang yang haji mengakhirkan thawaf wada’ pada waktu lain maka hajinya benar, tapi dia wajib thawaf wada’ ketika keluar dari Mekkah. Sedang bagi orang yang di luar Mekkah, seperti penduduk Jeddah, Thaif, Madinah dan lain-lain, maka mereka tidak boleh meninggalkan Mekkah hingga melakukan thawaf tujuh kali putaran di Baitullah, tapi tidak harus sa’i. Sebab perpisahan (wada’) dengan Mekkah tidak diharuskan sa’i tapi hanya dengan thawaf saja. Maka jika seseorang keluar Mekkah tapi belum thawaf wada’, menurut jumhur ulama, dia wajib membayar dam, yaitu menyembelih seekor kambing di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang Miskin di tanah haram, dan hajinya shahih seperti telah disebutkan. Kesimpulannya, bahwa thawaf wada’ adalah ibadah wajib dalam haji menurut pendapat ulama yang paling shahih berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
مَنْ تَرَكَ نُسُكًاأَوْنَسِيَهُ فَلْيُرِقْ دَمًا
“Barangsiapa meninggalkan satu ibadah dalam haji atau lupa maka dia harus menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik]
Karena kalian meninggalkan thawaf wada’ dengan sengaja maka kalian wajib menyembelih kurban di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di Mekkah. Adapun karena kalian kembali ke Mekkah untuk thawaf wada’ maka demikian itu tidak menggugurkan kewajiban menyembelih kurban tersebut. Ini adalah pendapat yang terkuat menurut saya.
WANITA YANG HAIDH ATAU NIFAS TIDAK WAJIB THAWAF WADA’
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta ditanya : Apakah wanita yang haidh dan nifas wajib thawaf wada’, demikian pula orang yang lemah fisiknya atau orang yang sakit ? Perlu diketahui bahwa saya telah menanyakan demikian ini ketika di Mina, tapi ulama tidak sepakat dalam satu pendapat. Sebagian mereka mengatakan tidak wajib thawaf wada’, tapi sebagian lain mengatakan harus thawaf wada’. Mohon penjelasan
Jawaban
Bagi wanita yang haidh atau nifas tidak wajib thawaf wada’. Sedangkan orang yang lemah fisiknya di-thawafkan dengan tandu, demikian juga orang yang sakit. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌمِنءكُم حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدَهُ بِالْبَيْتِ
“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim]
Juga terdapat riwayat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dialakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Hadits Riwayat Bukhari]
Dan terdapat keterangan dalam hadits lain yang menunjukkan bahwa wanita yang nifas seperti wanita haidh yaitu tidak wajibnya thawaf wada’.
[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal. 159-164, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1705-wanita-yang-haid-dan-nifas-tidak-wajib-thawaf-wada.html